Permasalahan unrealized loss membuat BPJS Ketenagakerjaan mengurangi komposisi saham dan reksadana. BPJS dinilai akan mengamankan diri dari risiko hukum.
Mengutip dari bisnis.com, menurut Pengamat Pasar Modal dari UI Budi Frensidy mengatakan mudah untuk menduga BPJS Kesehatan akan mengurangi porsi investasi di pasar modal. Karena hal tersebut merupakan imbas dari proses hukum terkait unrealized loss di Kejaksaan agung.
Budi menganggap bahwa unrealized loss belum menjadi kerugian karena tidak terjadi penjualan aset saham dan reksadana. Kondisi tersebut membuat BPJS ketenagakerjaan akan lebih berhati-hati dalam berinvestasi di pasar modal.
Menurut Budi berdasarkan dari pengalaman beberapa bulan ini, BPJS ketenagakerjaan akan lebih memprioritaskan stabilitas pendapatan dan keselamatan/ bebasnya para pengelola dari tuntutan yang mungkin timbul.
Keputusan BPJS Ketenagakerjaan tersebut bukan tanpa resiko, Budi menilai berkurangnya komposisi investasi di pasar modal otomatis membuat mereka mengorbankan peluang imbal hasil yang optimal. Meskipun begitu, jika BPJS Ketenagakerjaan tidak mengubah strategi investasinya, risiko unrealized loss masih mungkin membayangi.
Melansir bisnis.com, Budi menilai lebih baik mencari penyelamat diri dari risiko daripada memburu return optimal yang akan dilupakan banyak orang dalam jangka pendek. Hal yang akan dikorbankan adalah kualitas portofolio dan return.
BPJS Ketenagakerjaan akan menjalin komunikasi dengan para emiten yang sahamnya telah dimiliki dan berkontribusi terhadap unrealized loss. Emiten-emiten itu harus memeriksa kembali seberapa besar kepemilikan saham BPJS Ketenagakerjaan. Lalu memastikan dirinya layak dengan menunjukkan prospek bisnis yang menjanjikan.
Budi menambahkan bahwa, jika sampai BPJS Ketenagakerjaan keluar, akan ada Market impact untuk saham itu. Apabila fundamentalnya bagus, maka tidak ada alasan bagi BPJS Ketenagakerjaan untuk keluar dari emiten tersebut walaupun harganya masih tertekan. Karena tekanannya justru akan lebih besar lagi jika BPJS keluar.
Anggoro Eko Cahyo, Direktur Utama Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa risiko pasar dari saham dan reksadana menjadi salah satu penyebab risiko kecukupan dana program jaminan hari tua berada di bawah 100%. Manajemen BPJS juga memilih solusi untuk menyesuaikan portofolio investasinya.
Menurut Anggoro strategi melakukan perubahan dari saham dan reksadana ke obligasi atau investasi langsung, akan membuat bobot instrumen saham dan reksadana di portofolio JHT semakin mengecil. Akan tetapi, hal itu juga akan mengurangi dampak fluktuasi IHSG terhadap dana BPJS Ketenagakerjaan.
Melansir dari Bisnis.com, komposisi investasi BPJS Ketenagakerjaan per Januari 2021 terdiri dari saham 15,9%, reksadana 8,3%, obligasi 63,1%, deposito 12,2 %, properti 0,4% dan penyertaan langsung 0,1%.