Di banyak negara, komponen cadangan secara khusus dibentuk dengan kualifikasi untuk dapat bergabung dalam, dan menjalankan fungsi seperti komponen utama/reguler. Mereka juga memperoleh pembinaan serta pelatihan juga kompensasi gaji dan jaminan sosial yang layak.
Pada kualifikasi ini, komponen cadangan bisa bersifat voluntary (dari rakyat sipil) dengan rekrutmen melalui pendaftaran/aplikasi wajib militer atau otomatis diambil dari mantan prajurit dan kekuatan-kekuatan yang sudah siap.
Wajib militer bagi seluruh warga negara diselenggarakan dengan memperhatikan adanya tingkat ancaman terhadap pertahanan negara, dalam situasi darurat atau pertimbangan sumber daya nasional. Pada konteks Indonesia, banyak kalangan khawatir bahwa komponen cadangan ini sama dengan wajib militer. Padahal, Pasal 28 Ayat (2) Undang-undang No. 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) menyatakan dengan sangat jelas bahwa komponen cadangan bersifat sukarela.
Komponen cadangan dibentuk melalui pendaftaran, seleksi, pelatihan dasar kemiliteran dan penetapan. Dinyatakan pula pada Pasal 13 UU PSDN bahwa latihan dasar kemiliteran hanya wajib bagi mereka yang lulus seleksi masuk komponen cadangan.Jika komponen cadangan bersifat sukarela dan hanya digunakan melalui pernyataan mobilisasi oleh Presiden,maka tuduhan atau kekhawatiran bahwa komponen cadangan adalah militerisasi sipil menjadi tidak relevan. Di mana letak militerisasi sipilnya?
Mengapa komponen utama yang juga bersifat sukarela dan dibentuk melalui proses seleksi yang ketat tidak disebut militerisasi sipil? Komponen utama dan komponen cadangan selama dinas aktif militer, bukan sipil. Jadi, untuk memahami komponen cadangan pertahanan negara sebagaimana diatur dalam UU PSDN adalah bersifat sukarela, melalui proses seleksi dan hanya digunakan setelah pernyataan mobilisasi oleh presiden.
Sumber: www.cnbcindonesia.com (Opini Edy Prasetyono)