Salah satu anak perusahaan Pertamina Persero, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) mengalami kerugiaan sebesar 246,77 juta dollas AS atau setara dengan Rp 3,8 triliun (kurs Rp 14.600).
Sepanjang tahun 2020, pendapatan PGN tercatat mengalami penurunan menjadi 2,88 miliar USD. Sedangkan di tahun 2019, emiten PGAS ini membukukan pendapatan sebesar 3,85 miliar USD.
Tidak hanya itu, PGN juga memiliki kenaikan utang. Berdasarkan laporan keuangan 31 Desember 2020 yang sudah diaudit, emiten ini memiliki utang sebanyak 4,57 miliar USD atau sekitar 66,9 triliun. Detailnya, utang jangka panjang sebesar 3,39 miliar USD dan utang jangka pendek sebesar 1,18 miliar USD.
Meskipun mengalami kerugian, di akhir 2020 aset emiten mengalami kenaikan sebesar 7,53 miliar USD. Meningkat dibandingkan 2019 yakni 7,37 miliar USD.
Dalam keterangan resminya, Direktur Keuangan PGN, Arie Nobelta Kaban mengungkapkan bahwa mayoritas hambatan kinerja keuangan PGN periode 2020 disebabkan oleh faktor dari luar. Salah satu hambatannya adalah sengketa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) periode 2012-2013 yang diajukan oleh DJP (Direktorat Jenderal Pajak) melalui upaya hukum peninjauan kembali.
Upaya hukum tersebut telah mendapat putusan MA pada Desember 2020 sebesar 278,4 juta dolar AS. Selain sengketa itu, faktor eksternal lainnya adalah penurunan aset di sektor minyak dan gas sebesar 78,9 juta dolar AS.
Arie manambahkan, jika tanpa faktor eksternal yang di luar kendali manajemen, kinerja keuangan PGN masih mencatat laba bersih sebesar 92,5 juta USD. Pendapatan laba tersebut masih lebih tinggi dibanding laba bersih yang didistribusikan kepada entitas induk pada 2019 sebesar 67,5 juta USD.
Terkait sengketa pajak di MA, Arie mengemukakan bahwa perusahaan perlu menjelaskan beberapa hal dengan tetap melakukan upaya hukum lebih lanjut sebagai berikut:
1. Kasus putusan PPN PGN hanya spesifik pada periode 2012-2013 saja.
2. Sejak 2014-sekarang, kasus sengketa tersebut dimenangkan oleh PGN atau telah ditetapkan bahwa gas bumi bukan objek PPN sesuai surat DJP pada Januari tahun 2020
3. Upaya hukum yang dilakukan PGN antara lain fatwa MA untuk 18 perkara yang telah diputus dan pelaksanaan kontra memori PK, 6 sisa perkara yang masih berjalan, kemudian meminta pendapat ahli dan pengacara negara selaku pihak berwenang, dan mengajukan surat permohonan keadilan pada Ketua MA.
4. PGN akan meminta fatwa non-executable, karena gas bumi bukan objek pajak PPN sesuai dengan ketentuan UU pajak dan masa pajak juga sudah kadaluwarsa yaitu periode 2012-2013.
5. Emiten akan meneruskan tagihan yang didapat dari DJP pada customer. Hal ini merupakan upaya terakhir dari PGN sebagai wajib pungut.
Permasalahan pajak yang dialami PGN ini masih diupayakan langkah-langkah hukum dan mengurangi risiko terbaik.
Sumber: www.money.kompas.com