Pada kuartal I 2021, perusahaan pembiayaan PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFI Finance) menyatakan beberapa sentimen positif telah membawa kinerja keuangan.
Finance Director BFI Finance mengatakan bahwa penyaluran pembiayaan baru Perusahaan tercatat meningkat meningkat 35,3% sebesar Rp2,93 T dibandingkan booking pada kuartal IV/2020.
Perusahaan BFIN menutup piutang pembiayaan bersih multifinance di Rp12,70 T per 31 Desember 2020, dan mampu membukukan laba bersih senilai Rp701,59 M atau hanya terkoreksi sebesar 1,4% year on year (yoy) dibanding 2019.
BFIN yang sebelumnya sempat terpuruk dengan penyaluran pembiayaan baru menurun hanya di angka Rp57 M pada kuartal II 2020, kini perlahan bangkit dari pandemi. Mencapai Rp 1,3 T pada kuartal III 2020, lalu berlanjut ke kisaran Rp 2 T pada kuartal IV 2020.
Sudjono mengungkapkan bahwa saat ini BFI Finance telah membuka semua lini produk pembiayaan, namun tetap menerapkan prinsip kehati-hatian karena perekonomian belum stabil sepenuhnya.
Pendapatan bersih emiten turun 1,1% menjadi Rp780 M akibat penurunan rata-rata saldo piutang dan penurunan selisih bunga bersih. Pada periode ini, porsi pembiayaan paling besar ditopang pembiayaan mobil bekas sebanyak 72,1%. Disusul oleh alat berat dan mesin sebanyak 13,9%, pembiayaan motor bekas sebanyak 9,1% dan pembiayaan mobil baru sebanyak 1,9%.
Sementara pembiayaan agunan properti (property backend financing) dan lini produk pembiayaan lainnya menyumbangkan 3% dari total piutang pembiayaan yang dikelola terkini sebesar Rp 13,6 T.
Sudjono menambahkan tidak hanya pembiayaan mobil bekas, alat berat juga menjadi penyumbang portofolio penyaluran kredit cukup besar. Melihat sektor konstruksi, agrikultur, pertambangan, dan kehutanan mulai menunjukkan tanda positif meski konservatif, ke depannya BFI Finance menargetkan pembiayaan alat berat mampu mencapai 20% portofolio.
Sementara itu, terjadi peningkatan rasio Non-Performing Financing (NPF) secara kuartalan sebesar 55 basis poin menjadi 2,3 % yang sebelumnya 1,7%. Hal ini terjadi karena dampak dari program restrukturisasi di mana ada konsumen yang tidak mampu memenuhi komitmen pembayaran angsurannya. Tetapi, per 31 Maret 2021 porsi piutang restrukturisasi telah mencapai Rp 3,6 T atau 26,5 % dari total piutang yang dikelola. Jumlah tersebut menurun dari nilai tertinggi di kuartal III 2020 sebesar Rp 5,3T.
Kemudian, emiten juga telah mengantisipasi kenaikan NPF dengan meningkatkan jumlah Cadangan Kerugian Piutang dari 7,1% di akhir 2020 menjadi 7,5% di kuartal I 2021. Ini berarti membuktikan bahwa di kondisi saat ini emiten tidak pernah lengah dalam menjaga manajemen risiko dengan hati-hati dan bijaksana.
Sumber: finansial.bisnis.com